07 April 2012

IHSG dan Rupiah


Berikut ini adalah resume dari essai pak Kwik Kian Gie yang disadur ulang dengan "bahasa anak teknik"

Ekonomi Indonesia saat ini sedang menunjukkan perkembangan yang sangat positif. IHSG yang terus menguat, rasio hutang yang sudah di bawah 30%  terhadap PDB, cadangan devisa yang sangat besar, serta PDB yang meningkat merupakan buktinya. Indonesia sudah di ambang pintu untuk masuk ke dalam 10 ekonomi terkuat di dunia. Namun ternyata hal ini menimbulkan satu kekhawatiran yang sangat kentara.
PDB yang meningkat itu sebenarnya hanyalah hal yang semu. Ilustrasinya sebagai berikut:

"Kalau ada perusahaan Amerika yang membawa masuk uang sebesar USD 100 milyar dan dipakai untuk mengeksplorasi batu bara, batu bara yang dikeluarkan dari perut bumi ke atas permukaan perut bumi dicatat oleh statistik kita sebagai PDB. Namun PDB ini bukan milik kita, tetapi milik investor Amerika itu. Bangsa Indonesia memang memperoleh sesuatu, yaitu royalti dan pajak yang sangat kecil. Pendapatan dari SDA Non Migas hanya sekitar Rp. 22 trilyun!"

"Batu bara yang milik investor Amerika itu kemudian diekspor. Statistik mencatat ekspor RI meningkat. Padahal ekspor ini tidak mengakibatkan kekayaan bangsa Indonesia bertambah, pendapatan bagi bangsa Indonesia hanyalah dari  royalti dan pajak yang kecil itu tadi."

Begitu pula dengan cadangan devisa yang meningkat. Apakah pada kenyataannya memang seperti itu:

"Perusahaan Amerika memperoleh penghasilan dari penjualan batu baranya yang dijual di luar negeri dalam valuta asing. Hal inilah yang akan dihitung sebagai cadangan devisa. meningkat. Padahal valas itu milik perusahaan tersebut. Mereka bebas menyimpan di mana saja dan dalam bank apa saja. Untungnya saat ini sudah keluar peraturan bahwa devisa hasil ekspor harus disimpan di bank-bank di Indonesia."

Ketika IHSG melemah, nilai tukar rupiah juga turut melemah. Padahal nilai tukar Rupiah ditentukan dari nilai impor dan ekspor, sedangkan IHSG tergantung dari fundamental perusahaan-perusahaan yang saham-sahamnya diperdagangkan di BEI. Keduanya sebenarnya berhubungan, saat investor asing memasukkan dollarnya ke Indonesia untuk membeli saham. Maka harga saham meningkat dan pasokan dollar juga meningkat. Kalau investor asing dengan alasan apapun juga merasa sudah tiba waktunya mengambil untung dari saham maka saham miliknya tersebut dijual dan harga saham turun.

Hasil penjualan sahamnya yang dalam rupiah ditukarkan ke dalam dollar untuk dikeluarkan lagi dari Indonesia. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap dollar meningkat, harga dollar meningkat. Penawaran dari rupiah melimpah, harga rupiah (nilai tukar) melemah.

Ketika zaman Menkeu Sri Mulyani pemerintah Indonesia pernah menerbitkan obligasi RI dalam dollar yang bunganya 10,5 %. Padahal saat itu di AS tingkat bunga yang berlaku 0,3%. Ini membuktikan bahwa pemerintah RI sebenarnya masih sangat kekurangan dollar yang bisa dimiliki dan dikontrol olehnya.

Tidak ada komentar: