20 April 2010

Biodiesel dari alga

I. Latar Belakang

Salah satu isu yang berkembang di dunia saat ini adalah melakukan berbagai upaya untuk menemukan sumber energi alternatif yang terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan. Energi alternatif baru juga dikembangkan untuk mengurangi pengaruh terhadap lingkungan akibat pemakaian bahan bakar fosil. Menurut World Energy Council (WEC) biomassa dan energi surya diperkirakan akan menjadi sumber daya primer yang dominan. Di antara sumber energi yang dapat diperbaharui tersebut, biomassa mempunyai potensi terbesar dan akan berperan penting di masa yang akan datang [Maniatis, 1998]. Selain itu, biomassa merupakan sumber energi yang relatif langsung bisa dikonversi menjadi bahan bakar sehingga dapat untuk mensubtitusi atau menggantikan pemakaian bahan bakar fosil sebagai sumber energi.

Biomassa merupakan material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan, dapat berupa kayu, sisa hasil hutan dan pertanian, sisa industri, ataupun dari ekskresi manusia dan juga hewan. Alga merupakan salah satu sumber energi biomassa yang dapat dikembangkan di Indonesia. Sebagai salah satu sumber energi biomassa potensial, alga dapat dikonversi menjadi bahan bakar yang dapat mensubtitusi pemakaian energi fosil sebagai sumber energi. Bahan bakar tersebut adalah biodiesel. Melalui proses transesterifikasi dengan katalis basa, alga dapat dikonversi menjadi biodiesel.

Pengembangan biodiesel di Indonesia diharapkan dapat mensubtitusi impor BBM di mana konsumsi bahan bakar diesel pada tahun 2002 mencapai 24,2 juta liter, dan 40% merupakan impor [US Embassy, 2004]. Selain itu, pengembangan biodiesel diharapkan dapat meningkatkan keterjaminan pasokan energi dan menyehatkan neraca pembayaran melalui penghematan devisa, membuka banyak lapangan pekerjaan baik untuk pemenuhan bahan baku maupun keperluan produksi dan perniagaan, mengurangi polusi, pemerataan pembangunan ke seluruh daerah di Indonesia, memenuhi kebutuhan energi dalam jangka waktu yang lama, serta mempercepat peningkatan kemampuan bangsa dalam mengembangkan dan mengomersialisasikan teknologi.


II. Alga sebagai Bahan Baku Biodiesel di Indonesia

Biofuel adalah bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable) yang diproduksi dari berbagai bahan baku material tumbuhan (Biomassa), atau produk samping dari agroindustri, atau juga merupakan produk hasil proses ulang dari berbagai limbah seperti minyak goreng bekas, sampah kayu, limbah pertanian dan lain-lain.

Biofuel tidak mengandung minyak bumi, tetapi dapat dicampur dengan berbagai jenis produk minyak bumi untuk menghasilkan campuran bahan bakar. Biofuel dapat digunakan pada berbagai jenis mesin tanpa melakukan perubahan besar, selain itu Biofuel ramah lingkungan karena dapat terurai di alam (Biodegradable), serta tidak beracun dan tidak mengandung sulfur dan aromatic. Biofuel yang akan dibahas disini adalah biodiesel.

Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi. Biodiesel dapat di produksi dari 100% biodisel (B100) atau campuran dengan bahan bakar disel yang berasal dari minyak bumi. Biodiesel dapat bercampur dengan solar dan berdaya lumas lebih baik. Selain itu mempunyai kadar belerang hampir nihil. Jenis biodisel ditentukan oleh kandungan biodisel dalam bahan bakar tersebut.

Selain sebagai bahan bakar alternatif dari minyak bumi yang semakin menipis persediaannya, tujuan utama pengembangan biodiesel adalah menciptakan green fuel yang ramah lingkungan. Adapun beberapa keunggulannya adalah sebagai berikut :

1. Biodiesel dapat digunakan pada semua motor diesel tanpa diperlukan modifikasi.

2. Biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti solar, campuran antara biodiesel dan solar maupun sebagai additive untuk solar. Sebagai addittive 0,4-5% biodiesel dicampur dengan solar dapat meningkatkan pelumasan dari solar. Biodiesel dapat dicampur pada segala perbandingan dengan solar. Campuran 20% biodiesel dan 80% solar biasa disebut dengan B20. B20 menjadi bahan bakar alternatif yang populer karena menurunkan emisi dan mempunyai harga yang terjangkau.

3. Biodiesel mengurangi emisi tanpa mengorbankan unjuk kerja dan efisiensi. Biodiesel B20 dapat mengurangi partikel sebanyak 30%, CO2 sebanyak 21%, dan hidrokarbon total sebanyak 47%.

Biodiesel murni (100%) memiliki beberapa keunggulan yaitu :

- Menurunkan emisi CO2 sampai 100%.

- Menurunkan emisi SO3 sampai 100%.

- Menurunkan emisi CO antara 10-50%.

- Menurunkan emisi HC antara 10-50%.

- Menurunkan emisi hidrokarbon aromatik polisiklik (PAHs) sampai 75%.

4. Biodiesel terdiri hampir 10% oksigen, sehingga biodiesel dapat melakukan pembakaran yang lebih sempurna.

5. Biodiesel dapat memperpanjang umur mesin motor diesel karena efek pelumasannya yang sangat baik.

6. Biodiesel mempunyai angka setana 10-15 lebih tinggi dari solar, menyebabkan pembakaran yang cepat, motor bekerja lebih halus dan tidak berisik. Angka setana yang tinggi juga mengurangi terjadinya detonasi pada motor diesel.

7. Biodiesel memiliki flash point yang lebih tinggi daripada solar sehingga mudah dalam penyimpanan.

8. Biodiesel tidak mudah terbakar.

9. Biodiesel tidak beracun karena terbuat dari bahan alami.

10. Biodiesel juga mudah diserap oleh alam dalam waktu 21 hari, sehingga tidak berpotensi pada pemanasan global.

Potensi Mikroalga Sebagai Bahan Baku Biofuel

Kebutuhan biodiesel yang besar otomatis akan membutuhkan bahan baku yang besar pula. Kriteria bahan baku yang dibutuhkan adalah mudah tumbuh, mudah dikembangkan secara luas, dan mengandung minyak nabati yang cukup besar. Berikut adalah pemaparan kelebihan alga sebagai bahan baku biodiesel.

· Alga mengandung minyak nabati hingga 75%

Salah satu alasan utama mengapa alga digunakan menjadi biodiesel adalah kandungan minyak nabati pada alga jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan bahan baku biodiesel lain seperti kacang kedelai, kapas, jatropha dan lain-lain. Dengan lebih tingginya kandungan minyak nabati pada alga dibanding dengan tumbuhan lain maka kebutuhan lahan untuk produksi biodiesel dari alga juga lebih sedikit. Berikut adalah gambaran kebutuhan lahan untuk produksi biodiesel.

· Alga merupakan jenis tumbuhan yang paling cepat tumbuh di alam

Jagung atau tanaman pertanian lain membutuhkan waktu hingga setahun untuk tumbuh, sementara alga dapat tumbuh dalam beberapa hari. Waktu panen alga yang cepat dapat menghasilkan yang lebih efisien dengan jangka waktu yang lebih singkat dalam area yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tumbuhan lain.

· Alga mengkonsumsi karbon dioksida ketika tumbuh, sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan

Ketergantungan akan BBM mengakibatkan peningkatan kandungan CO2 di atmosfer. Dengan memanfaatkan alga yang mengkonsumsi CO2 untuk menghasilkan minyak, biodiesel dapat diproduksi secara efisien sementara mengurangi penambahan CO2 ke atmosfer.

· Sumber pertumbuhan alga mudah diperoleh

Agar dapat tumbuh dengan baik alga hanya membutuhkan beberapa sumber dasar yaitu: CO2, air, cahaya matahari dan nutrien. Cahaya matahari dapat diperoleh hampir sepanjang tahun, ketika malam maka dapat digunakan lampu untuk menggantikan cahaya matahari. Karbon dioksida dapat diperoleh dalam konsentrasi tinggi dari power plant dan proses industri sebagai gas buangan. Alga dapat tumbuh di kebanyakan sumber air dengan variasi tingkat pH. Alasan ini menjadi salah satu kelebihan alga karena alga tidak perlu bersaing dengan manusia atau tumbuhan pertanian lain dalam mengkonsumsi air bersih.

Permintaan atau kebutuhan biofuel di indonesia

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati terbarukan yang nantinya dapat digunakan untuk mensubstitusi dan bahkan menggantikan solar. Jenis bahan bakar ini tidak mengandung sulfur dan senyawa benzena yang bersifat karsinogenik sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan solar.

Dengan semakin tingginya harga minyak bumi serta jumlahnya yang semakin menipis sudah saatnya apabila Indonesia mulai mengembangkan biodiesel, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Sampai saat ini, telah dikembangkan beberapa metode untuk menghasilkan biodiesel dari sumber nabati seperti minyak sawit, minyak jarak, dan biomassa. Saat ini bahan yang paling banyak digunakan untuk membuat biodiesel adalah minyak sawit.

Menurut data historis mengenai permintaan bahan bakar solar untuk ADO (Automotive Diesel Oil) dari tahun 1998 sampai 2003, terjadi kenaikan akan permintaan terhadap solar dari tahun 1998 hingga tahun 2003 (lihat di lampiran).

Dari data historis yang ada (lihat di lampiran) terlihat bahwa penawaran terhadap ADO cenderung konstan setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan kapasitas produksi dari produsen solar di Indonesia cenderung tidak mengalami peningkatan, sedangkan permintaan akan ADO setiap tahunnya mengalami kenaikkan sekitar 10% dan menimbulkan adanya selisih permintaan-penawaran yang semakin besar tiap tahunnya. Untuk memenuhi kebutuhan ADO dipasaran, maka dilakukan impor dari luar negeri setiap tahunnya. Peningkatan akan permintaan ADO dikarenakan meningkatnya jumlah kendaraan dan tumbuhnya sektor industri. Penggunaan Biodiesel bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan Indonesia untuk mengimpor solar dari luar negeri.

Dari data permintaan ADO sampai tahun 2003 ini, tampak bahwa permintaan akan ADO ini cenderung mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kebutuhan biodiesel sendiri sangat besar di dalam negeri dan luar negeri. Indonesia menargetkan dapat mensubtitusi 10% dari kebutuhan ADO oleh biodesel sesuai dengan targetan pemerintah yang dituangkan dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 dan Inpres No. 1 Tahun 2006. Perkirakan pemakai solar per tahun akan meningkat hingga mencapai nilai rata-rata sebesar 35.000.000 ton pertahun bahkan lebih. Apabila memakai 10% biodiesel maka dibutuhkan total supply biodiesel 3.500.000 ton/tahun. Sementara kemampuan produksi biodiesel pada 2007 baru sebesar 1.625.000 ton/tahun.

Kebijakan tentang penggunaan biofuel sebagai bahan bakar dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional yakni sebesar 5% untuk menggantikan bahan bakar premium pada tahun 2025. Kebijakan ini memberikan prospek yang cerah bagi industri biodiesel untuk berkembang di Indonesia.

Secara ekonomis penggunaan biodiesel sangat feasible mengingat estimasi kebutuhan solar pada tahun 2007 menurut catatan Dirjen Perhubungan Darat Iskandar Abu Bakar sebesar 30,40 juta liter per tahun. Lalu pada tahun 2010 angka ini diperkirakan melonjak ke 34,89 juta liter.

Bahan Baku

Alga merupakan organisme yang tidak hanya terbatas pada salah satu spesies ataupun genus. Karakteristik dari suatu alga dibedakan berdasarkan laju pertumbuhan, jangkauan toleransi temperatur, kebutuhan nutrisi, ketahanan keseluruhan, yield produk, kerentanan terhadap perubahan baik rekayasa genetika atau penanaman selektif. Alga yang digunakan sebagai bahan baku biofuel idealnya memiliki kandungan lipid atau minyak tinggi dengan laju pertumbuhan yang tinggi dan kemampuan untuk tumbuh di bawah kondisi temperatur ekstrem dan kehadiran spesies lain yang tidak memiliki nilai komersial.

Mikroalga merupakan organisme bersel satu yang memiliki kecenderungan berada dalam kepadatan konsentrasi tertentu. Alga memiliki kecenderungan untuk menghasilkan polyunsaturated fatty acids dalam jumlah cukup besar. Senyawa ini dapat mengurangi kestabilan biodiesel yang dihasilkan, tetapi memiliki titik leleh yang rendah sehingga pada cuaca dingin, senyawa ini dapat memberikan keuntungan pada biodiesel yang digunakan.

Pada dasarnya, mikroalga membutuhkan tiga komponen dasar untuk berkembang biak, yaitu sinar matahari, karbondioksida, dan air. Mikroalga dapat tumbuh dalam jangkauan kondisi yang cukup luas, dengan kata lain mikroalga dapat tumbuh dimana saja di planet ini. Hal ini menjadikan mikroalga memiliki keunggulan dalam mencari area untuk tumbuh. Mikroalga dapat ditemukan baik di ekosistem air tawar maupun air laut.

Salah satu mikroalga yang potensial untuk diolah lebih lanjut menjadi biodiesel adalah Chlorella Vulgaris. Chlorella Vulgaris termasuk alga mikro karena ukuran tubuhnya sangat renik dari 0,2 µm hinga 0,02 cm (10-6 - 10-4 m). Untuk melihat wujudnya dengan jelas diperlukan mikroskop elektron. Tidak semua jenis alga mikro hidup sebagai fitoplankton, tetapi semua jenis fitoplankton bisa digolongkan ke dalam alga mikro. Tumbuhan mikroskopis bersel tunggal dan berkoloni ini terdiri atas 30.000 spesies. Habitatnya di atas permukaan air, di kolom perairan, atau menempel di dasar dan permukaan lain dalam perairan.

Dibanding sumber nabati lain, Chlorella Vulgaris merupakan salah satu ganggang yang paling ekonomis untuk menghasilkan biodiesel. Sebab ganggang hijau ini kaya karbohidrat, tak memerlukan perawatan khusus, dan mudah tumbuh. Anggota famili Chlorophyeceae itu kaya karbohidrat yang penting dalam pembuatan biodiesel. Kadar karbohidratnya 29-31% setara karbohidrat dalam singkong. Singkong berkadar pati 23% sehingga untuk menghasilkan seliter bioetanol perlu 6,5 kg. Dengan bahan baku Chlorella Vulgaris, jumlah biodiesel yang dihasilkan 100 kali lipat, karena pemanenan dapat dilakukan berkali-kali.

Teknologi Proses

Dalam proses pembuatan biodiesel dengan bahan baku mikro alga kami ada beberapa tahapan proses yang harus dilakukan yaitu proses pembudidayaan alga, proses pemanenan alga, proses ekstraksi minyak alga, dan terakhir proses transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel.

a. Proses Kultivasi

Untuk proses kultivasi alga, ada dua metode yang dapat dipilih yaitu menggunakan open pond (kolam terbuka) dan fotobioreaktor. Penggunaan fotobioreactor (PBR) lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem kolam terbuka. Hal ini disebabkan karena beberapa keunggulan PBR dibandingkan sistem kolam yaitu:

· Produktivitas lebih tinggi

· Mencegah dan mengurangi kontaminasi

· Adanya proses pencahayaan dan pengadukan memberikan hasil yang lebih baik

· Kondisi pertumbuhan dapat dikontrol selalu (pH, pencahayaan, karbondioksida, temperature)

· Mencegah penguapan air

· Menghasilkan konsentrai sel yang lebih tinggi

b. Proses Harvesting

Pemanenan alga merupakan faktor utama yang harus diatasi dalam tujuan penggunaan mikroalga sebagai sumber bahan bakar. Permasalahannya adalah, pengembangbiakan mikroalga memiliki kepekatan yang encer, biasanya kurang dari 500 mg/l dalam basis massa organik kering, dan memiliki ukuran sel yang sangat kecil. Untuk memproses mikroalga menjadi biodiesel, mikroalga harus dijadikan ke dalam bentuk pasta terlebih dahulu, yaitu sekitar 15% padatan.

Teknik-teknik seperti flocculation, microstraining, filtering, sedimentation, dan centrifugation biasa digunakan untuk pemanenan mikroalga. Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan, bergantung pada ukuran mikroalga dan kualitas produk yang diinginkan, untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi.

Chemical flocculation dan bioflocculation dilakukan untuk menghasilkan densitas massa mikroalga yang lebih mudah untuk dipindahkan. Dalam teknik bioflocculation, mikroalga mulai membentuk kumpulan atau koloni alga dalam kondisi tertentu pada sistem yang timbul. Selain itu, bioflocculation dapat didorong dengan menggunakan biakan mikroba non-alga. Dalam chemical flocculation, bahan kimia seperti ferric chloride, aluminium sulfate, ferric sulfate, polymeric flocculants, chitosan digunakan untuk membentuk formasi koloni alga. Kekurangan dari metode ini adalah biaya pengadaan bahan kimia yang digunakan.

Kedua teknik flocculation biasanya diikuti dengan sedimentasi, filtrasi ataupun centrifugasi. Dalam proses sedimentasi, mikroalga yang tersuspensi dikumpulkan oleh gaya gravitasi, sehingga menghasilkan konsentrasi massa mikroalga yang lebih mudah untuk dipindahkan. Centrifugasi merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperoleh mikroalga dalam jumlah besar. Efisiensi dari metode ini bergantung pada jenis mikroalga yang digunakan, pengaturan kedalaman, dan waktu tinggal dari cell slurry. Metode ini memiliki kebutuhan energi yang paling besar dibandingkan dengan metode yang lainnya.

Filtrasi dapat dilakukan di dalam tekanan atau vakum jika ukuran alga tidak mendekati ukuran bakteri. Filter mikro (biasanya berukuran 25-20 μm) dapat digunakan untuk spesies spirulina. Jika flocculation dilakukan sebelum filtrasi, maka efisiensi filtrasi yang dihasilkan akan meningkat.

c. Proses Ekstraksi Minyak Alga

Terdapat dua metode yang paling umum digunakan untuk mengekstraksi minyak dari alga, yaitu:

a. Ekstraksi minyak menggunakan pelarut heksana

Minyak alga dapat diekstraksi menggunakan senyawa kimia. Benzena dan eter dapat digunakan sebagai pelarut, namun senyawa kimia yang paling sering digunakan adalah heksana dengan titik didih yang berada antara 65-69oC, yang relatif lebih murah. Ekstraksi menggunakan pelarut dibandingkan dengan ekstraksi secara mekanis memiliki kelebihan yaitu menghasilkan minyak yang lebih banyak (hampir 99%) dan membutuhkan biaya operasi yang lebih kecil.

b. Ekstrasi minyak dengan CO2 superkritis

Metode ekstraksi ini menggunakan CO2 superkritis sebagai pelarut. Sebuah senyawa dikatakan berada dalam keadaan superkritis ketika senyawa tersebut telah melewati suhu dan tekanan kritisnya. Untuk CO2, titik kritisnya berada pada suhu 304.1 K dan tekanan 73.8 bar. Diluar batas titik kritisnya, sebuah senyawa tidak dapat dikatakan sebagai gas atau cair; lalu, viskositas, konstanta dielektrik dan kapasitas panas, bersama dengan sifat-sifat lain berbeda jauh dari sifat pada fasa uap atau cairnya. Perubahan-perubahan ini yang memberikan CO2 superkritis sifat pelarut dan ekstraksinya.

d. Proses Transesterifikasi

Untuk mensintesis minyak alga menjadi biodiesel dilakukan dengan proses transesterifikasi dengan bantuan katalis untuk mempercepat reaksi. Secara garis besar ada 3 macam transesterifikasi dengan katalis yang dapat digunakan, yaitu:

o Transesterifikasi Katalis Basa

o Transesterifikasi Katalis Asam

o Transesterifikasi Menggunakan Enzim

Proses transesterifikasi menggunakan katalis basa merupakan proses yang paling umum dipakai di industri sampai saat ini. Selain itu, proses ini juga menghasilkan biodiesel dengan kualitas cukup baik untuk digunakan sebagai bahan bakar. Dari sisi teknologi, banyak sekali teknologi yang berkembang untuk proses transesterifikasi ini, mulai dari proses perlakuan awal bahan baku (pretreatment), proses transesterifikasi, proses pemisahan biodiesel dan gliserol, proses pemisahan dan recovery metanol, proses pemisahan gliserol, hingga proses purifikasi biodiesel dengan air untuk meningkatkan kemurnian biodiesel.


III. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari proses pembuatan biodiesel dari alga ini adalah sebagai berikut.

o Seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan akan energi menyebabkan pencarian sumber energi alternatif perlu dilakukan. Penggunaan alga, dalam hal ini Chlorella Vulgaris, selain dapat menjadi salah satu sumber daya energi baru dapat juga sebagai jawaban terhadap masalah lingkungan.

o Konsumsi Automotive Diesel Oil (ADO) di Indonesia menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan, produksi ADO dari minyak bumi Indonesia masih belum dapat mencukupi kebutuhan ADO tersebut. Sehingga, Indonesia masih harus mengimpor dari produsen luar negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pembuatan biodiesel diharapkan bisa menjadi salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang nantinya diharapkan dapat mensubtitusi 5-10 % dari kebutuhan ADO nasional.

o Bahan baku dari biodiesel ini adalah mikroalga yang jumlahnya sangat melimpah namun masih belum maksimal penggunaannya. Secara umum proses pembuatan Biodiesel ini meliputi proses kultivasi, harvesting, ekstraksi minyak alga, dan proses transesterifikasi


Ditampilkan pada lomba Essai Untuk Bangsa kategori energi alternatif

12 April 2010

Draft Rancangan Pabrik

Perancangan Awal Pabrik Pengolahan Pasir Besi Menjadi Pellet Iron di Kabupaten Lumajang Sebagai Bahan Baku Industri Baja

Berdasarkan hasil survey, pasir besi di Lumajang memiliki kualitas terbaik di Indonesia. Selama ini kegunaannya pasir besi selain digunakan untuk industri logam besi, juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen dan bahan dasar tinta kering (toner) pada mesin fotokopi dan tinta laser, bahan utama untuk pita kaset, pewarna serta campuran (filter) untuk cat, bahan dasar untuk industri magnet permanent. Bahkan untuk waktu ke depan dimungkinkan pasir besi di lumajang jawa timur akan menggantikan produk–produk unggulan seperti pisang agung, kerajinan perak, pasir pasang, pasir ayakan sand blassting dan hasil pertanian lainnya.
Pasir besi diekstraksi menjadi Pellet besi menggunakan proses hidrometalurgi. Pasir besi di daerah Lumajang mengandung besi dengan rumus molekul FexOy dengan kandungan utama Fe2O3 dan FeO. Proses pengolahan pasir besi kami bagi dua yaitu pengolahan untuk FeO dan Fe2O3. Untuk menghasilkan besi dari FeO mula2 dilakukan proses reduksi pada pasir besi sehingga terbentuk FeO. Untuk pasir besi yang mengandung FeO dilakukan proses leaching dengan bantuan senyawa HCl sehingga terbentuk FeCl2.
FeO + 2 HCl →FeCl2+ H2O
Senyawa FeCl2 yang terbentuk kemudian difiltrasi untuk menghilangkan pengotor. Kemudian senyawa ini diuapkan hingga terbentuk FeCl2.6H2O. Kristal ini kemudian dikeringkan dan menjadi FeCl2.2H2O. Senyawa yang terbentuk kemudian direduksi menggunakan H2 sehingga akan terbentuk pellet iron dan HCl. HCl yang terbentuk kemudian di recycle kembali untuk proses leaching.
FeCl2+ H2 → Fe +2 HCl
Untuk senyawa besi yang mengandung Fe2O3, senyawa besi direaksikan dengan gas CO menggunakan 3 tahap reaksi. Gas CO sendiri didapatkan dari hasil pembakaran batu bara. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
3Fe2O3+ CO →2 Fe3O4
Tahap 1
Fe3O4+ CO →3 FeO+CO2
Tahap 2
FeO+CO →Fe+CO2
Tahap 3

09 April 2010

Do less thinking

Do Less Thinking,
and pay more attention to your heart.
Do Less Acquiring,
and pay more attention to what you already have.
Do Less Complaining,
and pay more attention to giving.
Do Less Controlling,
and pay more attention to letting go.
Do Less Criticizing,
and pay more attention to complementing.
Do Less Arguing,
and pay more attention to forgiveness.
Do Less Running Around,
and pay more attention to stillness.
Do Less Talking,
and pay more attention to silence.