23 Juni 2009

Jenis-jenis burung Cendrawasih (1)

Cendrawasih Gagak, Lycocorax pyrrhopterus, adalah Cendarwasih mirip gagak berukuran sedang dengan panjang sekitar 34 cm. Bulunya gelap, lembut dan seperti sutera. Paruhnya hitam, warna mata merah karmin, dan memiliki suara panggilan yang mengingatkan pada gonggongan anjing. Burung jantan dan betinanya mirip. Burung betina sedikit lebih besar daripada burung jantan.

Cendrawasih ini bersifat monogami dan endemik di hutan dataran rendah di kepulauan Maluku di Indonesia. Makanan utamanya terdiri dari buah-buahan dan artropod. Tiga subspesiesnya telah dikenali, dan ditandai dengan ada atau tidaknya bercak putih pada bulu sayap bawah.

Karena umum ditemukan pada rentang habitatnya, Cendrawasih Gagak dievaluasi beresiko rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Genus paradisae

Cendrawasih Kuning-kecil atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea minor adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 32cm, dari genus Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, berparuh abu-abu kebiruan dan mempunyai iris mata berwarna kuning. Burung jantan dewasa memiliki bulu di sekitar leher berwarna hijau zamrud mengkilap, pada bagian sisi perut terdapat bulu-bulu hiasan yang panjang berwarna dasar kuning dan putih pada bagian luarnya. Di ekornya terdapat dua buah tali ekor berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, memiliki kepala berwarna coklat tua, dada berwarna putih dan tanpa dihiasi bulu-bulu hiasan.

Populasi Cendrawasih Kuning-kecil tersebar di hutan Irian Jaya dan Papua Nugini. Burung ini juga ditemukan di pulau Misool, provinsi Irian Jaya Barat dan di pulau Yapen, provinsi Papua.

Cendrawasih Kuning-kecil adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Kuning-kecil terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan sering ditemukan di habitatnya. Cendrawasih Kuning-kecil dievaluasikan sebagai Beresiko Rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Cendrawasih Kuning-besar, Paradisaea apoda, merupakan burung cendrawasih berukuran besar, sepanjang sekitar 43 cm, berwarna coklat marun dan bermahkota kuning. Tenggorokannya berwarna hijau zamrud dan bantalan dadanya cokelat kehitaman. Burung jantan dihiasi bulu-bulu panggul yang besar warna kuning dan punya sepasang ekor kawat yang panjang. Burung betina berbulu cokelat marun tak bergaris.

Burung Cendrawasih Kuning-besar ini burung terbesar dari genus Paradisaea. Ia tersebar di hutan dataran rendah dan bukit di barat daya pulau Irian dan pulau Aru, Indonesia. Makanannya terdiri dari buah-buahan, biji serta serangga kecil. Sejumlah kecil burung ini diintroduksi oleh William Ingram tahun 1909-1912 di pulau Tobago Kecil di Karibia untuk menyelamatkan burung ini dari kepunahan akibat perburuan untuk perdagangan bulu. Populasi introduksi itu bertahan sampai sekitar tahun 1958 dan mungkin sekarang telah punah.

Carolus Linnaeus memberinya nama jenis Paradisaea apoda, yang berarti "cendrawasih tak berkaki", karena pada awal perdagangannya ke Eropa, burung ini disiapkan tanpa kaki oleh orang pribumi; hal ini menyebabkan salah paham bahwa burung ini adalah pengunjung dari surga yang melayang-layang di udara dan tak pernah menyentuh tanah sampai mati.

Karena umum ditemukan di rentang habitatnya, burung Cendrawasih Kuning-besar dievaluasi berisiko rendah di IUCN Red List tentang jenis terancam. Burung ini juga terdaftar pada CITES Appendix II.

Cendrawasih Raggiana atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea raggiana adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 34cm, dari genus Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, berparuh abu-abu kebiruan, mulut merah muda, iris mata berwarna kuning dan kaki berwarna abu-abu coklat keunguan.

Burung jantan dewasa memiliki bulu-bulu hiasan beraneka warna merah, jingga dan warna campuran antara merah-jingga pada bagian sisi perutnya, tenggorokan berwarna hijau zamrud gelap, bulu bagian dada berwarna coklat tua dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat dan tidak punya bulu-bulu hiasan.

Daerah sebaran Cendrawasih Raggiana terdapat di hutan hujan tropis, hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan pulau Irian bagian selatan, dari permukaan laut sampai ketinggian 1.500 meter.

Cendrawasih Raggiana adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina biasanya menetaskan dua butir telur berwarna merah muda dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Raggiana terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Nama spesies ini memperingati seorang bangsawan dari Genoa, Italia bernama Francis Raggi. Cendrawasih Raggiana adalah fauna nasional negara Papua Nugini.

Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan masih sering ditemukan di habitatnya, Cendrawasih Raggiana dievaluasikan sebagai beresiko rendah di dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Cendrawasih Goldi, Paradisaea decora, merupakan burung cendrawasih beukuran besar dengan panjang 33 cm dan berwarna cokelat zaitun. Burung jantan punya dada berbulu warna kuning dan hijau tua dengan dada abu-abu keunguan, iris berwarna kuning dan paruh, mulut serta kakinya berwarna abu-abu. Badannya dihiasi bulu hias pinggang berwarna merah tua dan dua bulu panjang mirip kawat. Burung jantannya berbeda dari jenis Paradisaea yang lain karena bulu dadanya yang berwarna abu-abu keunguan. Burung betina tidak berbulu hias dan berbulu warna cokelat zaitun dan bawahnya cokelat jingga.

Burung Cendrawasih Goldi yang endemik di Papua Nugini ini, tersebar di pulau Fergusson dan Normanby dari kepulauan D'Entrecasteaux, kepulauan Papua sebelah timur. Makanan utama burung ini adalah buah-buahan.

Namanya berdasarkan nama seorang kolektor dari Skotlandia, Andrew Goldie, orang Eropa pertama yang menemukannya pada tahun 1882.

Karena hilangnya habitat, penyebaran yang terbatas dan diburu berlebihan di beberapa daerah, cendrawasih goldi dievaluasi Hampir Terancam pada IUCN Red List tentang jenis terancam. Ia juga terdaftar dalam CITES appendix II.

Cendrawasih Merah atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea rubra adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33cm, dari marga Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, dan berparuh kuning. Burung jantan dewasa berukuran sekitar 72cm yang termasuk bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi perutnya, bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan.

Endemik Indonesia, Cendrawasih Merah hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Irian Jaya Barat.

Cendrawasih Merah adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Merah terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas, Cendrawasih Merah dievaluasikan sebagai beresiko hampir terancam di dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Cendrawasih Kaisar atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea guilielmi adalah sejenis burung cendrawasih berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33cm, dari genus Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, berparuh abu-abu kebiruan, kaki coklat keunguan dan iris mata berwarna coklat kemerahan.

Burung jantan dewasa memiliki muka, atas kepala bagian depan dan tenggorokan berwarna hijau mengilap. Kepala bagian belakang, punggung dan sayap berwarna kuning, dan tubuh bagian bawahnya berwarna coklat. Pada bagian sisi dadanya terdapat bulu-bulu hiasan berwarna putih dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berwarna hitam. Betina berukuran lebih kecil, tanpa dihiasi bulu hiasan, memiliki kepala berwarna coklat tua, punggung kuning kecoklatan dan tubuh bagian bawah berwarna coklat. Burung muda memiliki bulu seperti burung betina.

Daerah sebaran Cendrawasih Kaisar terdapat di hutan-hutan pegunungan bagian bawah dan perbukitan Jasirah Huon di Papua Nugini, umumnya dari ketinggian 670 meter sampai ketinggian 1.350 meter di atas permukaan laut.

Cendrawasih Kaisar adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian di dalam kelompok lek. Jantan menggantungkan badannya ke bawah, membuka memamerkan bulu hiasannya. Pakan burung Cendrawasih Kaisar terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Cendrawasih Kaisar ditemukan oleh Carl Hunstein dalam salah satu ekspedisinya di pulau Irian pada bulan Januari 1884. Nama ilmiah spesies ini memperingati seorang kaisar Jerman, Frederick William Albert Victor.

Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas, Cendrawasih Kaisar dievaluasikan sebagai beresiko hampir terancam di dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Cendrawasih Biru atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea rudolphi adalah sejenis burung cendrawasih berukuran sedang, dengan panjang sekitar 30cm, dari genus Paradisaea. Burung ini berwarna hitam dan biru, berparuh putih kebiruan, kaki abu-abu, iris mata berwarna coklat tua, di sekitar mata terdapat dua buah setengah lingkaran putih dan sayap berwarna biru terang.

Burung jantan dewasa memiliki bulu-bulu jumbai hiasan pada sisi dada yang berwarna biru keunguan jika dilihat dari bawah dan berwarna coklat kemerahan jika dilihat dari atas. Pada bagian dadanya terdapat lingkaran oval hitam dengan tepi berwarna merah. Diekornya terdapat dua buah tali panjang berwarna hitam dengan ujung membulat berwarna biru. Betina berukuran lebih kecil, tanpa dihiasi bulu hiasan dan tubuh bagian bawah berwarna coklat kemerahan.

Daerah sebaran Cendrawasih Biru terdapat di hutan-hutan pegunungan Papua Nugini bagian timur dan tenggara, umumnya dari ketinggian 1.400 meter sampai ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut.

Cendrawasih Biru adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Tidak seperti burung cendrawasih Paradisaea lainnya, Cendrawasih Biru jantan melakukan tariannya tidak dalam kelompok. Jantan menggantungkan badannya ke bawah, membuka memamerkan bulu hiasannya seperti kipas biru sambil berkicau dengan suara menyerupai dengungan rendah. Didekatnya terdapat seekor betina. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Pakan burung Cendrawasih Biru terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Cendrawasih Biru ditemukan oleh Carl Hunstein dalam salah satu ekspedisinya di pulau Irian pada tahun 1884. Nama ilmiah spesies langka ini memperingati seorang putra mahkota dari Austria bernama Rudolf von Österreich-Ungarn.

Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas, Cendrawasih Biru dievaluasikan sebagai rentan di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendix II dan dilindungi oleh hukum di Papua Nugini.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

hi, new to the site, thanks.