Gua akan terus berjalan dan kalo lo masi tertarik, lo pasti akan senang mendengar cerita-cerita gua. Karena gua sering cerita, orang-orang akan merasa akrab, dan bila tiba saatnya gua mati, gantian orang-orang yang akan cerita tentang gua. (Norman Edwin)
Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya mengikuti kegiatan pra operasional RC tebing Citatah 125. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 9 – 11 Juli 2010. Perjalanan ini mungkin akan menjadi perjalanan terakhir saya selama kuliah di Fakultas Teknik UI jurusan Teknik Kimia. Mungkin kegiatan seperti ini akan sulit saya ulangi lagi di masa yang akan datang mengingat saya akan segera memasuki dunia kerja.
Pra operasional merupakan kegiatan pra musim pengembaraan. Pada pra ops, setiap anak baru diminta untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka pelajari sebelumnya. Mulai dari pemanjatan artificial, simulasi bikin pitch, rappling, serta pemanjatan sport. Sebenarnya masi ada lagi siy vertical rescue sayangnya seniornya aja ga ngerti tentang materi ini jadinya ya harus ditepikan dulu.
Peserta kegiatan ini ada 5 orang. Terdiri dari saya sendiri kemudian Pringga, Acil sebagai PJ Perlengkapan, Danu sebagai PJ dana, dan Harya sebagai ketua rombongan. Kosarnya sendiri adalah bang Sutar. Rencananya kami akan berangkat dari sekret pada hari Jumat dan pulang pada hari minggu. Sebenarnya saya agak bingung untuk mengikuti perjalanan ini mengingat saya masi harus melakukan revisi skripsi dan mengurus tetek bengeknya. Apalagi salah satu teman saya di jurusan yaitu Rahmawati Lestari akan melangsungkan akad nikah pada hari minggunya. Tapi mengingat mungkin ini akan menjadi perjalanan terakhir saya sebelum lulus maka saya memilih untuk mengikuti perjalanan ini. Sori Rahma ^_^.
Untungnya walaupun saya kurang fokus untuk mengikuti perjalanan ini dikarenakan hal-hal tersebut, ternyata anak-anak yang lain dapat memback up dengan baik. Terutama mengenai masalah peminjaman alat dan materi. Special thanks untuk bang Jabar, bang Sutar, dan bang Dona yang telah ikut menshare ilmu yang telah mereka miliki kepada anak-anak baru.
Packing rencananya dimulai jam 1. Namun karena saya masi harus mengurus tanda tangan dosen maka saya meminta kepada karomb untuk mengunduran waktu PM menjadi pukul 3. Apalagi Pringga yang saat itu ingin membeli peralatan panjat terjebak hujan sehingga tidak dapat datang ke sekret sekarang. Setibanya di sekret, sudah ada Sutar, Harya, dan Danu yang sedang packing. Ternyata alat yang kami bawa sangat minimalis, sehingga kami harus menyiasatinya ketka melakukan pemanjatan nantinya. Kami berencana untuk mendaki hingga top. Bang Sutar menyarankan untuk mulai memanjat pukul 6 pagi jika ingin memanjat sampai top.
Akhirnya pada pukul 5 Pringga pun datang. Namun ternyata dia tidak jadi membeli alat karena harga alat yang terlampau mahal. Pada pukul 5.30 kami selesai packing dan langsung melakukan upacara pelepasan bersamaan dengan anak GH yang juga akan melakukan perjalanan menuju kawah ratu. Setelah pelepasan, kami langsung menuju haltek dan berangkat naik bikun. Kemudian kami berpisah dengan anak GH di stasiun UI karena mereka akan menggunakan kereta menuju gunung bundar sedangkan kami akan langsung menuju Kampung Rambutan. Sebelum berangkat ke kampung rambutan kami menyempatkan diri untuk solat Maghrib sejenak.
Dari kober kami menuju Kampung Rambutan menggunakan angkot 19 dengan biaya Rp. 4000. Dari kampung Rambutan kami naik bus Dewi Sri dengan biaya mencapai 25 ribu. Mengingat terakhir kali saya ke Citatah biayanya hanya 20 ribu. Perjalanan memakan waktu hingga 5 jam lamanya. Sepanjang perjalanan tidak ada yang dapat kami lihat mengingat langit yang sudah gelap. Alhasil perjalanan lebih banyak diisi dengan tidur.
Pukul 1 dini hari kami tiba di Citatah. Namun supir busnya tidak tahu PT. Kurnia yang menjadi patokan kami menuju tebing Citatah 125. Alhasil kami pun memutuskan untuk tidur di masjid sambil menunggu pagi. Sebelum tidur tentu harus ada evaluasi dulu. Evaluasi berlangsung 3 jam sehingga kami baru tidur pada pukul 4 pagi. Pada evaluasi ini kami juga sekaligus menyiapkan perencanaan untuk hari esok mulai dari skenario perjalanan yang agak berubah dan juga skenario pemanjatan.
Bangun tidur kami segera packing. Kami sempat berbicara dengan penduduk setempat. Menurut mereka kami telah kelewatan sehingga harus balik lagi.Akhirnya kami naik angkot mundur lagi ke belakang. Tapi perjalanan ini terasa mencurigakan karena kok rasanya jauh sekali. Ternyata kami lagi-lagi salah, maksud sang supir adalah tebing Citatah 48. Sehingga kami langsung turun dari angkot. Akhirnya baru pada pukul 8 kami tiba di kaki tebing Citatah 125. Ternyata sudah ada regu pemanjat lain yang juga berencana memanjat untuk hari ini. Untungnya mereka memilih untuk memanjat jalur sport sehingga tidak bentrok dengan kami yang hari ini rencananya akan memanjat jalur artificial.
Sebelum memulai pemanjatan, karena ini adalah pemanjatan leading pertama bagi anak2 baru maka mereka akan diberikan teori awal lagi mengenai penggunaan alat-alat artificial serta pembuatan pitch oleh Pringga. Rencana awal untuk memanjat sampai top akhirnya diubah secukup waktunya saja mengingat akhirnya kami baru akan mulai memanjat pada pukul 9 pagi.
Rencananya untuk pitch 1 (gua) yang akan ngelead adalah Acil dengan dibellay Harya. Namun ternyata untuk ngelead ini memakan waktu sangat lama. Acil ngelead hingga pukul 12.30 alias 3,5 jam. Apalagi jalur yang dia tempuh terlihat tidak mengikuti orientasi medan yang telah dia lakukan. Beberapa meter sebelum mencapai puncak, dia memilih traverse ke kiri. Hal ini tentunya sangat menyiksa tali. Akan sangat bahaya bila Acil terjatuh sebelum sampai di atas sebab tali menjadi susah untuk ditarik ulur.
Proses ngelead yang cukup lama ini menyebabkan sebagian di antara kami mengantuk. Bahkan sang bellayer terlihat sangat lelah menunggu di bawah. Bila tidak terus menerus diperingatkan untuk siaga, mungkin Harya sudah jatuh tertidur. Salut juga untuk kemampuan si Acil yang bisa bertahan sebegitu lama di tebing apalagi cuaca saat itu yang cukup panas.
Mungkin karena ini adalah pengalaman pertama, maka Acil masih agak kesulitan untuk ngelead. Karena selain lama pada waktu memanjat, ternyata saat membuat pitch pun dia terlihat sangat lama. Hampir mencapai 1 jam waktu yang dibutuhkan oleh Acil untuk ngelead. Bahkan posisi tempat dia membellay sangat tidak masuk akal dan akan sangat menyusahkan pemanjat berikutnya. Maksudnya jalur yang dari awal dia ambil adalah jalur kanan, namun dia membuat pitch untuk orang yang memanjat dari jalur kiri. Namun hal yang cukup menyebalkan adalah si Acil tidak sadar kalau dia sudah kelamaan dan masih terlihat santai-santai padahal tingkahnya itu sangat menyebalkan sekali.
Seharusnya setelah Acil pemanjat berikutnya adalah Harya yang bertugas sebagai cleaner. Namun menurut Pringga sebaiknya saya naik terlebih dahulu menggunakan jummar untuk mengecek pengaman yang telah dibuat Acil. Ini merupakan pengalaman pertama bagi saya. Perasaan saya menjadi was-was apalagi mengingat kualitas jummar yang dimiliki KAPA sebenarnya sudah tidak layak pakai lagi sebab umur alatnya yang sudah cukup tua.
Akhirnya saya mulai memanjat. Ternyata tidak sesulit yang diperkirakan. Semuanya berjalan lancar dan cepat. Pengaman yang dibuat Acil pun sudah pengaman emas (sangat kuat) semua. Masalah baru timbul pada saat mencapai jalur traverse Acil. Pringga memerintahkan untuk mencopot pengaman lubang tembus di sana agar ketika cleaner memanjat, tali tidak terlalu friksi. Ternyata memanjat traverse di ketinggian sekitar 30 meter lumayan menegangkan juga. Apalagi sampai pada suatu posisi di mana tangan sudah terasa kebas sekali. Namun ketika memikirkan kemungkinan jatuh dan mengingat pengaman saya hanya jummar yang sudah jadul, maka saya optimalkan kemampuan saya dan untungnya berhasil. Syukurlah...
Posisi pitch yang dia bwat akan menyulitkan pemanjat yang lain. Saya akan memanjat menggunakan jummar. Jadi Acil membuat fixrope dan saya naik sedikit demi sedikit menggunakan Jummar. Jummar inilah yang berfungsi sebagai pengaman saya. Jummar yang sudah lumayan tua ini membuat saya ketar ketir juga karena beberapa kali ketika alat ini dipakai suka lepas sendiri dari tali. Agak tegang juga memanjat dengan cara seperti ini, apalagi kondisi fisik yang sudah sangat menurun karena telah sekian lama tidak memanjat. Akhirnya dengan sangat bersusah payah saya akhirnya tiba di Pitch 1.
Sesampainya di pitch 1 saya langsung memerintahkan Acil untuk membongkar lagi pitchnya dan membuat pitch di tempat yang seharusnya. Kegiatan ini memakan waktu yang cukup lama pula. Sambil menunggu Acil membuat pitch, saya langsung mengeluarkan kertas ucapan selamat saya untuk pernikahan teman saya Rahma dan mengambil beberapa gambar di sana. Tujuannya untuk menunjukan permintaan maaf saya karena tidak bisa menghadiri pernikahannya yang jatuh bertepatan dengan acara praops ini.
Selanjutnya adalah giliran Harya naik untuk ngeclean. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 3an. Padahal rencananya pemanjatan hari ini harus selesai sebelum pukul 4. Harya akan naik sambil membawa tali untuk turun juga. Untungnya da tidak terlalu lama memanjat. Dia baru menghadapi sedikit kesulitan saat beberapa meter menjelang pitch 1. Sehingga dia menggunakan bantuan etrier untuk sampai ke atas.
Ternyata dia meninggalkan dua pengaman yang belum dilepas. Sebab keduanya sangat sulit untuk dilepaskan dan selanjutnya akan coba dilepas oleh Danu.Begitu Harya tiba di atas dia langsung saya perintahkan untuk membuat sistem turun. Alasannya karena waktu sudah semakin sore. Nantinya bila ternyata sudah kemalaman untuk turun lewat depan, kami akan mencoba untuk turun melalui jalur belakang.
Pemanjat berikutnya adalah Danu yang juga akan mengclean 2 pengaman tersisa. Ternyata cukup lama juga dia mencoba untuk melepaskan pengaman ini. Saat Danu mulai memanjat, Harya mulai turun ke bawah. Saya baru turun terakhir sebelum Acil untuk memastikan pengaman bagi setiap orang yang turun. Akhirnya Harya tiba di bawah denngan semangat. Cukup lama juga Danu memanjat. Hingga akhirnya dia tiba di atas waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB. Ternyata masih ada satu pengaman lagi yang belum dilepas. Pengaman ini akan coba dilepaskan oleh Pringga. Setelah beristirahat sebentar, Danu langsung turun ke bawah. Sekarang di atas tinggal Acil dan saya.
Agak lama Pringga mencoba mengambil pengaman yang masih tersangkut. Dari atas kami terus memperingatkan Pringga agar selekas mungkin melepaskan pengamannya. Akhirnya pengaman terakhir yang sangat sulit dilepaskan itu terlepas juga. Saat itu langit sudah sangat gelap. Sehingga sangat riskan bagi kami bila rappeling lewat depan. Apalagi kalau harus tripple rope. Akhirnya kami memutuskan untuk turun lewat belakang.
Segera setelah membereskan peralatan, kami langsung bergegas turun lewat jalur belakang. Tapi ternyata jalur yang saya kira jalur turun SALAH!!!. Alhasil mau ga mau kami harus turun dengan cara rappeling. Bisa dibayangkan rappeling pada jam 7 malam dengan pencahayaan hanya dari sinar HP. Saat itu saya sudah menggerutu saja bawaannya. Tali yang sudah dirapikan harus diulur kembali. Kami pun hanya turun dengan cara single rope mengingat bila ingin turun dengan tripple rope sangat riskan sekali.
Selesai membuat sistem, Acil turun terlebih dahulu. Tinggal saya sendiri di tebing menunggu Acil sampai bawah. Agak seram juga siy apalagi, kelelawar yang hilir mudik tiada henti membuat suasana terasa horor. Di dalam hati saya berjanji ini akan menjadi perjalanan RC terakhir saya di KAPA. Begitu Acil sampai bawah, saya langsung memasang sistem turun secepat mungkin. Rappeling yang saya lakukan terasa lama sekali sampai di bawah. Hingga akhirnya saya pun tiba di bawah dengan selamat.
Untungnya begitu sampai di bawah, ternyata makanan sudah siap. Sebenarnya mau mempermasalahkan hal ini juga sama pringga, tapi ga enak dilihat junior. Malam ini terasa cukup sunyi karena hanya kami saja yang ngecamp di tebing. Karena tim pemanjat dari Bogor telah pulang saat kami sedang memanjat. Selesai makan malam kemudian dilanjutkan dengan evaluasi dan perencanan. Pengennya siy dilanjutkan dengan fortek tapi mengingat kondisi fisik yang terlihat kelelahan yawdah fortek ditunda di lain hari.
Keesokan paginya, kami bangun agak telat. Mungkin karena pengaruh kelelahan memanjat kemaren. Perencanaan memanjat hari ini hanyalah mengambil tali yang menggantung di tebing serta memanjat jalur sport. Pringga akan memanjat dengan bantuan jummar kemudian langsung mengclean pitch dengan tripple rope. Ini juga merupakan pengalaman pertama bagi Pringga.
Di awal-awal pringga memanjat dengan lancarnya hingga akhirnya sampai beberapa meter sebelum pitch 1 dia mengalami kesulitan. Dia mengakalinya dengan memasang sling webbing pada batu tanduk dan memasang etrier. Sungguh sangat cerdas. Akhirnya Pringga berhasil tiba di atas dan mulai mempersiapkan sistem untuk fix rope.
Kemudian Pringga langsung rappeling dan talinya berhasil di bawa turun (syukurlah ga nyangkut). Berikutnya adalah latihan ngelead untuk anak baru yaitu Harya dan Danu. Mereka berdua akan dibellay oleh saya dan Acil. Keduanya pun hanya akan simulasi ngelead hingga 3 runner saja dan langsung climbdown lagi. Dari gaya memanjat keduanya saya melihat bahwa Danu lebih berani dalam mengambil poin sedangkan Harya sudah cukup baik dalam melakukan Balance.
Ketika simulasi bikin pitch, terlihat bahwa Danu agak sedikit kesulitan. Hal ini dikarenakan dia sangat jarang sekali latihan berbedan dengan Harya dan Acil. Cukup lama juga bagi Danu untuk membuat pitch secara dia baru belajar teorinya beberapa saat sebelumnya. Dia harus menjalani private khusus dengan abang Pringga. Tau sendirikan gimana kalo abang Pringga yang ngajarin. Ups ^_^.
Siang harinya semua kegiatan telah selesai dilakukan. Kami langsung packing dan bersiap untuk pulang. Rencananya kami akan menuju tebing Citatah 48 dulu untuk makan di warung mang XXX (lupa namanya...). Karena di sana tuh boleh ngambil sendiri makannya udah gitu enak lagi. Hehehe. Selesai makan kami menunggu bus yang akan mengantarkan kami ke Jakarta. Back to activity lagi. Semangat!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar