Berikut ini adalah resume dari essai pak Kwik Kian Gie yang disadur ulang dengan "bahasa anak teknik"
Ekonomi
Indonesia saat ini sedang menunjukkan perkembangan yang sangat positif. IHSG
yang terus menguat, rasio hutang yang sudah di bawah 30% terhadap PDB, cadangan devisa yang sangat
besar, serta PDB yang meningkat merupakan buktinya. Indonesia sudah di ambang
pintu untuk masuk ke dalam 10 ekonomi terkuat di dunia. Namun ternyata hal ini
menimbulkan satu kekhawatiran yang sangat kentara.
PDB yang meningkat
itu sebenarnya hanyalah hal yang semu. Ilustrasinya sebagai berikut:
"Kalau ada
perusahaan Amerika yang membawa masuk uang sebesar USD 100 milyar dan dipakai
untuk mengeksplorasi batu bara, batu bara yang dikeluarkan dari perut bumi ke
atas permukaan perut bumi dicatat oleh statistik kita sebagai PDB. Namun PDB ini
bukan milik kita, tetapi milik investor Amerika itu. Bangsa Indonesia memang
memperoleh sesuatu, yaitu royalti dan pajak yang sangat kecil. Pendapatan dari
SDA Non Migas hanya sekitar Rp. 22 trilyun!"
"Batu bara
yang milik investor Amerika itu kemudian diekspor. Statistik mencatat ekspor RI
meningkat. Padahal ekspor ini tidak mengakibatkan kekayaan bangsa Indonesia
bertambah, pendapatan bagi bangsa Indonesia hanyalah dari royalti dan pajak yang kecil itu tadi."
Begitu pula
dengan cadangan devisa yang meningkat. Apakah pada kenyataannya memang seperti itu:
"Perusahaan
Amerika memperoleh penghasilan dari penjualan batu baranya yang dijual di luar
negeri dalam valuta asing. Hal inilah yang akan dihitung sebagai cadangan
devisa. meningkat. Padahal valas itu milik perusahaan tersebut. Mereka bebas
menyimpan di mana saja dan dalam bank apa saja. Untungnya saat ini sudah keluar
peraturan bahwa devisa hasil ekspor harus disimpan di bank-bank di Indonesia."
Ketika IHSG melemah, nilai tukar rupiah juga turut melemah. Padahal nilai
tukar Rupiah ditentukan dari nilai impor dan ekspor, sedangkan IHSG tergantung
dari fundamental perusahaan-perusahaan yang saham-sahamnya diperdagangkan di
BEI. Keduanya sebenarnya berhubungan, saat investor asing memasukkan dollarnya
ke Indonesia untuk membeli saham. Maka harga saham meningkat dan pasokan dollar
juga meningkat. Kalau investor asing dengan alasan apapun juga merasa sudah
tiba waktunya mengambil untung dari saham maka saham miliknya tersebut dijual
dan harga saham turun.
Hasil
penjualan sahamnya yang dalam rupiah ditukarkan ke dalam dollar untuk
dikeluarkan lagi dari Indonesia. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap dollar
meningkat, harga dollar meningkat. Penawaran dari rupiah melimpah, harga rupiah
(nilai tukar) melemah.
Ketika zaman Menkeu Sri Mulyani pemerintah Indonesia pernah menerbitkan obligasi RI dalam dollar yang bunganya 10,5 %. Padahal saat itu di AS tingkat bunga yang berlaku 0,3%. Ini membuktikan bahwa pemerintah RI sebenarnya masih sangat kekurangan dollar yang bisa dimiliki dan dikontrol olehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar