MANDALAWANGI
Mandalawangi,
Letih dan lelah membalut sekujur tubuh
Setelah berjalan mendaki untuk dapat berjumpa denganmu
Mandalawangi,
Keramahanmu menghilangkan segala penat yang kubawa
Dinginmu dapat mencairkan kebekuan di hatiku
Heningmu dapat menyemarakkan kesunyian di jiwaku
Mandalawangi
Di antara rumput-rumput yang tumbuh di lembahmu
Di antara keabadian tumbuhnya Edelweis di dirimu
Di antara titik-titik embun pagi yang menyapamu
Di antara balutan halimun dalam tidurmu
Di antara sinar mentari pagi yang membangunkanmu
Kau selalu menyambut ramah kami yang berkunjung
Mandalawangi,
Dalam kebekuan dan kesunyian dirimu
Kau selalu memberikan kedamaian dalam hatiku
Karena kau berikan cinta tanpa ada dusta
Hingga kumenyadari akan kecilnya diriku dihadapan Tuhan
Harley Bayu Sastha
Alun-alun Mandalawangi, 2006
MANDALAWANGI
Senja itu,
Ketika matahari turun ke dalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali ke dalam ribaanmu
Dalam sepimu dan dalam dinginmu
Walau setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna,
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan,
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima dalam daku
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada,
Hutanmu adalah misteri segala
Cintaku dan cintamu adalah kebisuan semesta
Malam itu,
Ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi,
Kau datang kembali berbicara padaku
Tentang kehampaan semua
Hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi tanda tanya tanpa kita mengerti
Tanpa kita bisa menawar
Terimalah dan hadapilah
Dan diantara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas hutan-hutanmu
Melalui batas-batas jurangmu
Aku cinta padamu, Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
~*Soe Hok Gie*~
[19 Juli 1966]
Mandalawangi terdiri dari 12 huruf yang saling bergandengan, hingga membentuk satu imajinasi liar atas nama cinta.
Lembah mandalawangi adalah suatu titik di muka planet ini, di mana manusia bisa bercumbu siang malam bersama bumi dan langit. Hamparan edelweis yang masih kuncup pun sudah cukup mewakili keindahan sang mandalawangi di atas muka bumi ini. Di gelapnya malam, milyaran bintang tidak pelit untuk membagi sinarnya yang indah dan cantik. Diam tapi tidak membeku di hitamnya malam, karena mereka masih mengerlingkan matanya. Bahkan sang bulan pun tidak malu untuk menampakkan wajahnya di malam hari di depan dua insan manusia yang sedang dimabuk asmara.
Keindahan itu tak terlukiskan. Keindahan itu tidak tergambarkan. Lupakan segala kata-kataku, karena aku tidak bisa menggambarkannya dengan kata-kata.
Aku memang tidak pintar bermain kata-kata. Yang bisa aku lakukan hanyalah bercerita. Ya, aku ingin bercerita mengenai seorang pria asing yang membuat kata mandalawangi begitu berkesan. Siapa dia? Dia bukan siapa-siapa. Dia hanyalah orang asing yang baru ku kenal dalam hitungan jam. Dia datang tiba-tiba. Bukan…dia bukan makhluk halus ataupun sejenis jelangkung. Dia manusia biasa yang datang menawarkan kehidupan baru bagiku. Aku tergoda menerima tawarannya. Kalian pasti bingung bagaimana aku bisa tergoda begitu cepat. Heh…Dia menggodaku dengan Alqur’an dan sehelai sajadah. Katakan padaku, dengan dua senjata andalannya itu, apakah aku bisa menolaknya?? Dia mampu meruntuhkan dinding-dinding keangkuhan dalam diriku.
Dia bahkan nekat memintaku untuk menjadi istrinya… ah manusia bodoh!!! Bagaimana mungkin kau bisa mengeluarkan kalimat sakral itu di tengah-tengah padang edelweis nan indah… dan lebih bodohnya lagi, aku mempercayainya. Tapi dari kebodohan ini, aku ingin belajar banyak darinya. Belajar untuk kembali mencintai seorang pria setelah sekian lama kata “cinta” itu aku tinggalkan. Belajar untuk mempercayainya bahwa rasa cinta bisa datang kapan saja bila sang Pemilik Hati sudah menunjukkan kuasa-Nya.
Aku percaya kalimat itu tidak mengalir begitu saja dari bibirnya. Dia pasti kesulitan untuk merangkai kata-kata yang pas saat memintaku jadi istrinya. Bukan hanya kesulitan dalam merangkai kata, tetapi juga tempat yang dia pilih sebagai saksi dari kata-katanya. MANDALAWANGI. Karena untuk berada di tempat ini, dia harus melewati tanjakan-tanjakan yang terjal, melewati pohon tumbang yang mengharuskannya untuk memanjat, menunduk, membungkuk bahkan merayap. Dia membuatku merasa seperti wanita spesial.
Jangan tanya padaku bagaimana perasaan ku saat itu… karena rasa itu lebih dari sekedar kata bahagia… ada rasa kaget, bingung, takut, senang, dan tidak percaya… bisakah kalian meramu semua rasa itu hingga menjadi satu kata? Beritahu aku bila ada kata yang bisa melebihi kata “bahagia”.
- May 7, 2009 -